Komunitas Baca Tatas Tuhu Trasna

Yang Malas Baca, Gabung Atau Minggir!!!

Selasa, 20 Januari 2009

The Power of Love

by :HERMAN EFENDY, SSTP (anggota KACA TASTURA)

Cinta akan menjadi tema yang tidak pernah habis dan akan selalu ada dalam hampir seluruh sendi kehidupan manusia. Cinta bukan hanya menjadi milik para pemain film / sinetron, pencipta lagu, atau para pujangga. Tapi cinta juga akan selalu dirasa, dimiliki, dihayati bahkan dipuja oleh setiap mahluk sekalipun.
Cinta tidak dapat diibaratkan dengan mawar merah, seks, dan kegilaan yang mengabaikan norma. Cinta juga sebenarnya tidak dapat diwakilkan dengan sempurna dalam syair lagu apalagi jika hanya diucapkan diatas panggung-panggung kampanye dengan janji-janji yang muluk-muluk. ( seperti cinta tanah air, cinta rakyat, dll). Sebab, cinta memiliki daya dan energi yang luar biasa. “ The power of love” kata Celine Dion dan “Maha Daya Cinta ” menurut Krisdayanti (KD). Bahkan dalam dunia sufi, cinta adalah tingkat atau maqom (station) tertinggi.
Kisah tentang kekuatan cinta dalam dongeng putri tidur, pangeran kodok, serta kisah cinta antara gadis cantik dengan seorang laki-laki yang wajahnya mirip monster dalam film Beauty and The Beast telah menunjukkan betapa besar pengaruh yang ditimbulkannya. Kekuatan cinta pula yang menjadi asal-usul dibangunnya Taj Mahal di India, memberi kekuatan pada Siti Hajar untuk berlari mencarikan air bagi Ismail, serta memberikan kekuatan pada Fiersha untuk bernyanyi dalam Reality Show “MAMAMIA” walaupun ia memiliki kekurangan fisik. ( karena cinta mama Ace yang sekaligus manajernya).
Jadi, cinta dapat memberi pengaruh yang luar biasa bahkan dapat mewujudkan sesuatu yang sering dianggap mustahil. Cinta akan mampu menghancurkan dinding tebal, bukit cadas dan menjadikan manusia mampu menahan penderitaan untuk mencapai kesuksesan. Karena cinta adalah bahasa universal dan kekuatan yang melampaui batasan umur, ras, agama, maupun jarak wilayah (beyond the limits).
Kini sudah 63 tahun Indonesia merdeka, berbagai masalah masih tetap melilit kita dengan rapat dan kuat. Bencana alam yang terus menerus malanda Indonesia, kecelakaan transportasi yang terjadi seperti arisan, ( karena secara bergiliran menimpa kapal laut, kereta api, bus, pesawat terbang, dll), isu tentang separatisme yang semakin marak, masalah kesulitan ekonomi, praktek KKN yang semakin menggurita, dan berbagai pengrusakan sumber daya alam yang makin merajalela.
Bermacam solusi dan analisa tentunya akan banyak bermunculan menanggapi berbagai kesulitan yang menimpa Negara ini. Namun salah satu penyebab yang harus diperhitungkan dalam menganalisa dan mencari solusi masalah bangsa adalah faktor cinta itu sendiri. Ketika kita dikepung oleh masalah multi dimensional, atau terperosok dalam masalah yang telah menjadi lingkaran setan, kita memerlukan alternatif pemecahan masalah serta energi yang luar biasa untuk lepas dari masalah dan mencapai tujuan yang diinginkan. Bahkan kalau bisa melakukan percepatan (short cut) untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang diinginkan.
Selanjutnya, dalam tulisan ini penulis akan mencoba untuk memaparkan bagaimana menumbuhkan dan menjadikan cinta kepada tanah air sebagai solusi. Sebab cinta tidak hanya menarik untuk diceritakan dalam film-film atau sinetron, namun cinta (terutama cinta kepada tanah air) juga memiliki nilai yang strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1. Cinta adalah pengorbanan
Apa beda cinta para pahlawan dengan cinta koruptor? Salah satu bedanya adalah para pahlawan rela berkorban demi Negara yang dicintainya, sedangkan koruptor tidak segan-segan mengorbankan negaranya demi cinta kepada diri, keluarga dan kroni-kroninya. Untuk mencapai Negara yang makmur, cinta seperti yang dimiliki pahlawan inilah yang kita butuhkan. Para pahlawan berjuang tanpa pamrih dan rela berkorban demi kemerdekaan Indonesia. Mereka rela berkorban demi kemerdekaan yang kita nikmati saat ini, meskipun mereka tidak mengenal siapa kita. Mereka pun tidak peduli dengan perlakuan kita kepada mereka. Sebab para veteran yang masih hidup saat ini pun ternyata masih harus terus berjuang melawan kemiskinan dan kesusahan yang seolah tak ingin lepas dari mereka. Cinta para pahlawan inilah yang memiliki “maha daya “ sebagai kekuatan yang mampu mewujudkan hal-hal yang besar. Karena cinta lebih dekat dengan pengertian memberi dari pada berharap apalagi meminta. Cinta lahir bukan karena pertanyaan mengapa, karena, atau sebab? Tapi, cinta lahir dari pernyataan walaupun, meskipun, dan entahlah. Hal ini sesuai dengan istilah “sepi ing pamrih” atau “ nrimo ing pandum” dalam bahasa jawa. Demikian pula yang dikatakan oleh Ebiet G. Ade dalam syair lirik lagunya, dengan ungkapan “ cinta yang kuberi sepenuh hati, entah yang aku terima aku tak peduli, aku tak peduli, aku tak peduli, aku tak peduli….
Dilain pihak, untuk menumbuhkan cinta rakyat kepada bangsa dan Negara, maka bangsa dan Negara harus pula “mencintai” rakyatnya. Hal tersebut diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan rakyat serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang memihak kepada rakyat. Hal inilah yang menjadi rahasia kejayaan pemerintahan islam pada zaman Nabi Muhammad S.A.W. dan para Khulafaurrasyidin. Beliau sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya dan selalu berlaku adil dalam memimpin dan mensejahterakan rakyat. Bahkan dalam sebuah kisah diceritakan tentang Khalifah Umar Bin Kahttab yang memiliki wilayah kekuasaan sepertiga luas dunia rela mengangkat sendiri karung berisi tepung/gandum untuk diberikan kepada rakyatnya. Karena mendapat perlakuan seperti itulah maka umat islam sangat mencintai para pemimpin-pemimpinnya sehingga besama-sama mereka mampu menciptakan pemerintahan / peradaban islam yang mulia (masyarakat madani).
2. Cinta adalah ketulusan
Jika kita memperhatikan film-film India dan kebanyakan sinetron Indonesia saat ini, dalam tema cinta yang diangkat selalu menggambarkan bahwa hanya cinta sejati dan tulus yang akhirnya akan mendapatkan kebahagiaan. Karena cinta seperti itulah yang memiliki “power” untuk membuat keajaiban-keajaiban terjadi. Ketulusan cinta kepada sesama manusia atau ketulusan cinta kepada tanah air akan muncul dari moral yang baik. Sedangkan moral yang baik akan timbul dari pemahaman dan ketaatan terhadap agama. Boleh saja suatu Negara mengaku sebagai penganut paham sekularisme yang memisahkan penyelenggaraan sistem pemerintahan dengan agama. Tapi yang pasti nilai-nilai seperti kedisiplinan, profesionalitas, keadilan, tanggung jawab, sampai kepada kebersihan pada dasarnya adalah nilai-nilai yang diajarkan oleh agama.
Sebanyak apapun Undang-Undang anti KKN yang kita buat, dan sebanyak apapun lembaga pemeriksa / lembaga audit yang dibentuk, tidak akan bisa menjamin untuk mampu menciptakan pemerintahan yang bersih. Sebab pada akhirnya semua itu akan kembali lagi kepada integritas moral masing-masing individu khususnya kepercayaan kepada Allah yang Maha Tahu dan keyakinan akan adanya pertanggungjawaban manusia kepada Allah atas setiap hal yang telah dilakukannya di dunia. Agama tidak mungkin dapat dipisahkan dari praktek pemerintahan / kenegaraan. Sebab agama adalah sumber dari segala nilai luhur yang berasal langsung dari Allah S.W.T. Beragama juga menjadi kebutuhan hidup (fitroh) dari seluruh manusia. Oleh karena itu perhatian terhadap pembinaan kehidupan beragama di Indonesia harus tetap menjadi prioritas dalam mewujudkan Negara yang agamis dan bermoral tinggi.
3. Cinta adalah saling melengkapi dalam perbedaan untuk mewujudkan suatu kesamaan tujuan.
Cinta adalah proses interaksi yang dilakukan antara dua orang atau lebih. Dalam interaksi tersebut, tentunya akan terjadi “take and give” dalam suatu proses yang saling mempengaruhi. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana kita bisa membuat suatu perbedaan menjadi kekuatan? Menurut penulis, ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan hal tersebut, yaitu:
a. Menciptakan teman bersama atau musuh bersamaSebelum lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908, perjuangan yang dilakukan para pahlawan tidak dapat memberikan hasil yang maksimal karena masih ter-”kotak-kotak” dalam kelompok suku, agama dan wilayah masing-masing. Hal ini timbul karena politik “adu domba” dari belanda, masih rendahnya kesadaran akan nasionalisme, serta sulitnya komunikasi / interaksi antara setiap elemen rakyat Indonesia. Namun ketika kita sadar bahwa penjajah adalah musuh kita bersama, musuh bangsa Indonesia, maka nasionalisme itu pun muncul dan mendasari perjuangan rakyat Indonesia hingga lebih fokus, terorganisir, dan sistematis sehingga dapat mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Dalam konteks kekinian, kita harus dapat menunjukkan identitas kita sekaligus mengidentifikasi musuh kita bersama.
Pada hakikatnya, setiap rakyat Indonesia adalah bersaudara, senasip sepenanggungan dalam suatu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini, kita pun memiliki musuh bersama berupa kemiskinan, KKN, koruptor-koruptor busuk, pemimpin-pemimpin khianat, sampai pada virus flu burung yang sangat berbahaya. Kini sudah bukan masanya lagi untuk isu separatisme, konflik antar suku, atau konflik antar kampung. Karena bagi kita NKRI sudah menjadi harga mati, dan toleransi merupakan hal yang mutlak dalam suatu keberagaman.
Musuh dari seluruh rakyat Indonesia kini adalah KKN yang begitu menggurita di Negara kita. Kemiskinan juga menjadi musuh kita semua, tidak peduli kita berasal dari suku apa, agama apa, dan dari daerah mana. Berdasarkan hal tersebut, karena kita semua adalah bersaudara dan memiliki musuh yang sama, kita harus bersatu untuk mewujudkan cita-cita yang ingin dicapai.
b. Menciptakan cita-cita / tujuan bersama
Secara filisofis, sebuah Negara terbentuk dari kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki tujuan yang sama kemudian sepakat untuk bergabung dalam suatu wadah Negara, walaupun mereka memiliki perbedaan-perbedaan. Oleh karena itu salah satu cara untuk menumbuhkan cinta kepada tanah air adalah dengan menciptakan cita-cita atau tujuan yang sama dengan mengakomodir setiap kepentingan yang ada. Dalam skala yang lebih kecil, hal ini dapat dicontohkan dengan baik melalui “esprit de corps” yang dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok. Rasa cinta kepada korps ini timbul karena adanya kesamaan pola pikir, kepentingan, dan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap komponennya. Misalnya “esprit de corps” yang dimiliki oleh TNI, Polisi, STPDN atau organisasi massa lainnya. Rasa cinta dan kekompakan yang dimiliki dalam korps ini merupakan modal yang sangat kuat dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan untuk perspektif yang lebih luas dalam suatu Negara, kita harus mampu membuat dan menyepakati tujuan dan cita-cita bersama. Untuk hal ini kita harus berterimakasih pada para pendahulu kita yang telah dengan sangat baik merancang cita-cita luhur bangsa sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: “mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial…”. Cita-cita luhur tersebut didasari dengan kokoh oleh sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sebab tanpa didasari dengan semangat cinta kepada tanah air yang satu, bangsa yang satu dan bahasa yang satu, sangat sulit bagi Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya seperti sekarang ini.
Adapun hal yang diperlukan saat ini adalah menerapkan sistem dan kurikulum pendidikan yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan bangga kepada bangsa dan Negara. Pendidikan merupakan cara yang paling efektif sebab melalui pendidikan kita dapat mengetahui berbagai kekayaan dan potensi yang kita miliki. Melalui pendidikan pula kita diajarkan tentang keberagaman yang kita miliki adalah potensi yang harus dikembangkan bukan sebagai unsur pemecah / sumber konflik.
Akhirnya, seperti kisah seribu satu malam yang abadi, cinta juga akan selalu ada disetiap hati dan akan terus menjadi tema pembicaraan manusia. Karena cinta (yang juga menjadi jiwa dari kisah seribu satu malam) merupakan misteri yang yang dimiliki oleh setiap mahluk. Hal yang harus diperhatikan kemudian adalah bagaimana menumbuhkan dan mengarahkan cinta itu pada hal-hal yang positif. Jika dalm film “cinta pertama” Bunga Citra Lestari mengatakan bahwa cinta harus diungkapkan ketika kesempatan itu datang, namun sebenarnya, cinta juga juga harus ditunjukkan secara nyata sehingga dapat memberi pengaruh bagi lingkungan dengan daya yang dimilikinya. Jadi, cinta kepada tanah air tidak cukup hanya diucapkan dalam pidato retoris tanpa makna, teteapi juga harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang didedikasikan untuk sebesar-besarnya kepentingan Negara. Sehingga satu pertanyaan yang harus dijawab dengan jujur kemudian adalah , seberapa besar cinta kita kepada tanah air?

Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Followers

Kaca Tastura © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO