Komunitas Baca Tatas Tuhu Trasna

Yang Malas Baca, Gabung Atau Minggir!!!

Rabu, 25 Februari 2009

Kontroversi Ujian Nasional

Oleh : Ade Irawan, Sekretaris Koalisi Pendidikan, Anggota Badan Pekerja ICW) Tulisan ini diambil dari situs antikorupsi.org, 26 Februari 2009

Perdebatan mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah terjadi saat kebijakan tersebut mulai digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003. UN atau pada awalnya bernama Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi pengganti kebijakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Hanya, sementara Ebtanas berlaku pada semua level sekolah, UN hanya pada sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), madrasah tsanawiyah (MTs), sekolah menengah umum (SMU), madrasah aliyah (MA), dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Untuk sekolah dasar (SD), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah luar biasa setingkat SD (SLB), dan madrasah ibtidaiyah (MI), Ebtanas diganti dengan ujian akhir sekolah.

Perdebatan muncul tidak hanya karena kebijakan UN yang digulirkan Departemen Pendidikan Nasional minim sosialisasi dan tertutup, tapi lebih pada hal yang bersifat fundamental secara yuridis dan pedagogis. Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan, setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN.

Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan.

Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses. Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik.

Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan di sekolah ataupun di rumah.

Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun lalu, dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.

Selain itu, pada penyelenggaraan UAN tahun ajaran 2003/2004, Koalisi Pendidikan menemukan berbagai penyimpangan, dari teknis hingga finansial. Pertama, teknik penyelenggaraan. Perlengkapan ujian tidak disediakan secara memadai. Misalnya, dalam mata pelajaran bahasa Inggris, salah satu kemampuan yang diujikan adalah listening. Supaya bisa menjawab soal dengan baik, peserta ujian memerlukan alat untuk mendengar (tape dan earphone). Pada prakteknya, penyelenggara ujian tidak memiliki persiapan peralatan penunjang yang baik. Kedua, pengawasan.

Dalam penyelenggaraan ujian, pengawasan menjadi bagian penting dalam UAN untuk memastikan tidak terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh peserta. Fungsi pengawasan ini diserahkan kepada guru dengan sistem silang--pengawas tidak berasal dari sekolah yang bersangkutan, tapi dari sekolah lain. Tapi, pada kenyataannya, terjadi kerja sama antarguru untuk memudahkan atau memberi peluang siswa menyontek. Kasus di beberapa sekolah, guru, terutama untuk mata pelajaran yang dibuat secara nasional seperti matematika, bahasa Inggris, atau ekonomi, dengan berbagai modus memberi kunci jawaban kepada siswa.

Selain itu, pada tingkat penyelenggara pendidikan daerah seperti dinas pendidikan, usaha untuk menggelembungkan (mark-up) hasil ujian pun terjadi. Caranya dengan membuat tim untuk membetulkan jawaban-jawaban siswa.

Ketiga, pembiayaan. Dalam dua kali UAN, penyelenggaraannya dibebankan pada pemerintah pusat dan daerah melalui APBN dan APBD. Artinya, peserta ujian dibebaskan dari biaya mengikuti UAN. Tapi, pada tingkatan sekolah, tidak jelas bagaimana sistem penghitungan dan distribusi dana ujian (baik APBN maupun APBD). Posisi sekolah hanya tinggal menerima alokasi yang sudah ditetapkan oleh penyelenggara di atasnya. Akibatnya, walau menerima dana untuk menyelenggarakan UAN, sekolah menganggap jumlahnya tidak mencukupi, sehingga kemudian membebankannya pada peserta ujian. Caranya dengan menumpangkan pada biaya SPP atau biaya acara perpisahan.

Sebenarnya, dalam pertemuan dengan Koalisi Pendidikan pada 4 November 2004, Menteri Pendidikan sudah menyatakan ketidaksetujuannya pada UAN dan akan menggantinya dengan ujian masuk pada sekolah-sekolah yang dianggap elite. Apalagi dukungan DPR pun tidak ada. Sebagai bentuk ketidaksetujuannya, Komisi Pendidikan DPR tidak mengalokasikan dana untuk UAN pada tahun 2005. Sayangnya, tiba-tiba Menteri Pendidikan menggulirkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 1 Tahun 2005 sebagai dasar Departemen Pendidikan Nasional menyelenggarakan UN. Karena secara substansial tidak ada perbedaan signifikan antara UN tahun ajaran 2004/2005 dan UAN tahun ajaran 2002/2003 dan 2003/2004, perdebatan yang sama terjadi kembali.

[+/-] Selengkapnya...

Diskusi Pergaulan Bebas

Selasa 24 Februarai 09 lalu, Kaca Tastura berdiskusi seru tentang problem remaja yang mengarah pada pergaulan bebas. Eni, siswa SMAN 1 Praya sebagai pembicara merasa sangat khawatir dengan penomena pergaulan bebas banyak remaja. Pada kesempatan itu, dia memaparkan sejumlah data tentang jumlah remaja yang melakukan hubungan sex di luar nikah.

Diskusi yang berlangsung dari jam 4-6 sore di Taman Bundar Praya (depan masjid Jami' Praya_red) berlangsung seru. Rentetan pertanyaan dan tanggapan disampaikan oleh peserta sekaligus anggota Kaca Tastura yang mengikuti diskusi tersebut. Mereka sama-sama sepakat bahwa masa depan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh keadaan sebuah remaja (pemuda). Oleh sebab itu, pola pergaulan bebas harus dilawan ungkap mereka semangat.

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 17 Februari 2009

Makin SErrruuu....

Suasana diskusi ala Kaca Tastura makin menggairahkan. Tema-tema yang diangkat terkait hal-hal kekinian. Semua peserta diskusi aktif lho...

Yang paling penting, di sini semua harus berani bicara...Berpendapat apapun tidak ada larangan...

Oh ya, kita juga sudah menyusun banyaaaaaaaakkkk program kerja dan realistis, gak asal-asalan...

Wah wah wah.... Duduk di bawah pohon beringin, di pinggir jalan protokol, nambah asyik suasana diskusi kita, bahkan memberikan inspirasi untuk berkarya... buktinya, si Abi yang dari tadi diam, ternyata sedang membuat sebuah puisi.. tuh puisinya, ada di bawah, keren kan...Kita juga kadang bikin debat. Debatnya serrrru Abesssssssss...

Mau ikutan sama Kaca Tastura??? datang aja langsung setiap hari Selasa di Taman Bundar Praya, tepatnya di depan masjid Jami' Praya, jam 4 sore... Siapa aja boleh ikut... yuuuuukkkk....

[+/-] Selengkapnya...

Puisi

Terima Kasih Kaca Tastura
Oleh : M. Zainul Abidin

Di tengah keramaian kota
Di bawah pohon beringin yang rimbun
Jiwa-jiwa bergejolak
Menghempaskan isi diskusi

Kini jiwaku tangguh melawan tantangan
Kini otakku mekar bagai bunga di musim gugur
Terima kasih Kacaku
Terima kasih dengan pengabdianmu

Kau tegakkan inspirasiku
Kau kecil tapi kau tangguh
Dengan ketangguhanmu kau makmurkan dunia ini

Terima kasih Kaca Tasturaku

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 27 Januari 2009

Pengurus Kaca Tastura Periode I (Januari-Juni 2009)

Presiden : Iswandi Khairy Ramen (Rumah Detak)
Sekjen : Leni Marlina (SMAN 1 Praya)
Bendahara : Eli Nurma S (SMKN 1 Paya)

Departemen Kajian Strategis
M. Zainul Abidin (SMKN 1 Praya Tengah)_Koordinator
Dafit Majdi (SMKN 1 Praya Tengah)
Linda Meisari (SMKN 1 Praya Tengah)
Yasti Maesaroh (SMKN 1 Praya Tengah)

Departemen Komunikasi dan Informasi
L. Fero Fraka W (Unmuh)_Koordinator
Ita Riztia (SMAN 1 Praya)
Hairunnisa (SMAN 1 Praya)
Fitria Laila (SMAN 1 Praya)

Departemen Sosial
Sofian Syawal (Unmuh)_Koordinator
Anik Harmawati (Gonjak)
Siti Nurhamidah (SMAN 1 Praya)
Bq. Nurul Husaini (SMAN 1 Praya)

[+/-] Selengkapnya...

Profil Departemen Kaca Tastura

Sekjen
Bertanggung jawab terhadap segala hal yang bersifat administratif.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan :
- Melakukan mekanisme kesekertariatan (Pengelolaan Surat, wewenang pembuatan surat, Sistem pengarsipan, akses terhadap arsip, kontrol terhadap pengarsipan, standarisasi folder database pengurus, pemantauan keaktifan pengurus, inventarisasi barang, dan mengelola sekretariat dengan baik (jika sudah ada) dll).
- Menyusun Buku Pedoman Organisasi.
- Menggantikan peran Presiden ketika berhalangan.

Bendahara
Bertanggung jawab terhadap keuangan kaca tastura.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan :
- Melaksanakan fungsi administrasi keuangan baik pemasukan maupun pengeluaran dan pengalokasian dana masing masing kegiatan selama satu periode kepengurusan.
- Membuat Rencana Anggaran Belanja dan Pendapatan Organisasi selama satu periode kepengurusan.
- Mengusahakan penggalangan dana (infak, iuran, usaha, pegusahaan donasi dari sumber-sumber pemasukan yang tidak mengikat).

Departemen Kajian Strategis
Departemen yang bertanggung jawab dalam merencanakan, menyusun dan malaksanakan agenda kajian kaca tastura, baik untuk internal maupun eksternal.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan;
- Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kajian rutin Kaca Tastura.
- Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kajian yang bersifat incidental terhadap moment yang dinilai tepat dengan wacana yang dikembangkan Kaca Tastura.

Departemen Komunikasi dan Informasi
Departemen yang bertanggung jawab dalam membina, membuka dan membangun pondasi komunikasi dan informasi baik internal maupun eksternal, demi tercapainya proses komunikasi yang efektif dan terpercaya.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan :
- Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan solidaritas antar anggota.
- Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kegiatan yang dapat memberikan informasi yang luas tentang agenda kaca tastura, baik untuk internal maupun untuk masyarakat umum
- Membangun komunikasi yang baik dengan organisasi lainnya.
- Melakukan publikasi dan dokumentasi agenda-agenda Kaca Tastura.

Departemen Sosial
Departemen yang bertanggung jawab dalam merespon permasalahan masyarakat yang terkait dengan literasi.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan;
- Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan minat baca anggota dan masyarakat umum.
- Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kegiatan pembinaan anak jalanan atau masyarakat lainnya dalam bidang pendidikan
- Melaksanakan kegiatan sosial yang bersifat incidental .

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 20 Januari 2009

Diskusi Kaca Tastura


Suasana Diskusi Kaca Tastura setiap hari Selasa jam 4 sore, di taman bundar Praya...
seru habiss....ngebahas tema-tema yang keren, yang bikin ilmu bertambah, mental terbentuk dan yang pasti teman2 juga terus nambah...
penasaran dengan suasana Kaca Tastura??? gabung aja langsung...yuuukk....


anggota terus bertambah...
wacana terus berkembang...
sikap kritis terbangun...
perubahan, di depan mata...



[+/-] Selengkapnya...

Puisi

Cinta Kaca Tastura
by : Kanda Olis
Cinta Kini Kau Datang Lagi
Tanpa Cinta Semua Tiada Arti
Demi Cinta... Bukan Lagu Brori
Demi Kasih... Bukan Juga Dewi Yul
Yang Ku Damba Hanya Kaca
Bukan Kaca Mata
Bukan Kaca Riben
Namun, Kaca Tastura
Tempat Berkumpul Orang-Orang Yang Berjiwa Cinta

Puisi ini dibuat tanggal 13 Januari 2009, ketika diskusi rutin Kaca (Komunitas Baca) Tastura dengan tema "The Power of Love". Peserta sangat antusias, ramai, dan seru banget. Tema tersebut membuat anggota Kaca Tastura terus bertambah. Dan dari waktu ke waktu, organisasi seumur jagung ini terus menggelinding dan diterima baik masyarakat yang peduli literasi.

[+/-] Selengkapnya...

The Power of Love

by :HERMAN EFENDY, SSTP (anggota KACA TASTURA)

Cinta akan menjadi tema yang tidak pernah habis dan akan selalu ada dalam hampir seluruh sendi kehidupan manusia. Cinta bukan hanya menjadi milik para pemain film / sinetron, pencipta lagu, atau para pujangga. Tapi cinta juga akan selalu dirasa, dimiliki, dihayati bahkan dipuja oleh setiap mahluk sekalipun.
Cinta tidak dapat diibaratkan dengan mawar merah, seks, dan kegilaan yang mengabaikan norma. Cinta juga sebenarnya tidak dapat diwakilkan dengan sempurna dalam syair lagu apalagi jika hanya diucapkan diatas panggung-panggung kampanye dengan janji-janji yang muluk-muluk. ( seperti cinta tanah air, cinta rakyat, dll). Sebab, cinta memiliki daya dan energi yang luar biasa. “ The power of love” kata Celine Dion dan “Maha Daya Cinta ” menurut Krisdayanti (KD). Bahkan dalam dunia sufi, cinta adalah tingkat atau maqom (station) tertinggi.
Kisah tentang kekuatan cinta dalam dongeng putri tidur, pangeran kodok, serta kisah cinta antara gadis cantik dengan seorang laki-laki yang wajahnya mirip monster dalam film Beauty and The Beast telah menunjukkan betapa besar pengaruh yang ditimbulkannya. Kekuatan cinta pula yang menjadi asal-usul dibangunnya Taj Mahal di India, memberi kekuatan pada Siti Hajar untuk berlari mencarikan air bagi Ismail, serta memberikan kekuatan pada Fiersha untuk bernyanyi dalam Reality Show “MAMAMIA” walaupun ia memiliki kekurangan fisik. ( karena cinta mama Ace yang sekaligus manajernya).
Jadi, cinta dapat memberi pengaruh yang luar biasa bahkan dapat mewujudkan sesuatu yang sering dianggap mustahil. Cinta akan mampu menghancurkan dinding tebal, bukit cadas dan menjadikan manusia mampu menahan penderitaan untuk mencapai kesuksesan. Karena cinta adalah bahasa universal dan kekuatan yang melampaui batasan umur, ras, agama, maupun jarak wilayah (beyond the limits).
Kini sudah 63 tahun Indonesia merdeka, berbagai masalah masih tetap melilit kita dengan rapat dan kuat. Bencana alam yang terus menerus malanda Indonesia, kecelakaan transportasi yang terjadi seperti arisan, ( karena secara bergiliran menimpa kapal laut, kereta api, bus, pesawat terbang, dll), isu tentang separatisme yang semakin marak, masalah kesulitan ekonomi, praktek KKN yang semakin menggurita, dan berbagai pengrusakan sumber daya alam yang makin merajalela.
Bermacam solusi dan analisa tentunya akan banyak bermunculan menanggapi berbagai kesulitan yang menimpa Negara ini. Namun salah satu penyebab yang harus diperhitungkan dalam menganalisa dan mencari solusi masalah bangsa adalah faktor cinta itu sendiri. Ketika kita dikepung oleh masalah multi dimensional, atau terperosok dalam masalah yang telah menjadi lingkaran setan, kita memerlukan alternatif pemecahan masalah serta energi yang luar biasa untuk lepas dari masalah dan mencapai tujuan yang diinginkan. Bahkan kalau bisa melakukan percepatan (short cut) untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang diinginkan.
Selanjutnya, dalam tulisan ini penulis akan mencoba untuk memaparkan bagaimana menumbuhkan dan menjadikan cinta kepada tanah air sebagai solusi. Sebab cinta tidak hanya menarik untuk diceritakan dalam film-film atau sinetron, namun cinta (terutama cinta kepada tanah air) juga memiliki nilai yang strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1. Cinta adalah pengorbanan
Apa beda cinta para pahlawan dengan cinta koruptor? Salah satu bedanya adalah para pahlawan rela berkorban demi Negara yang dicintainya, sedangkan koruptor tidak segan-segan mengorbankan negaranya demi cinta kepada diri, keluarga dan kroni-kroninya. Untuk mencapai Negara yang makmur, cinta seperti yang dimiliki pahlawan inilah yang kita butuhkan. Para pahlawan berjuang tanpa pamrih dan rela berkorban demi kemerdekaan Indonesia. Mereka rela berkorban demi kemerdekaan yang kita nikmati saat ini, meskipun mereka tidak mengenal siapa kita. Mereka pun tidak peduli dengan perlakuan kita kepada mereka. Sebab para veteran yang masih hidup saat ini pun ternyata masih harus terus berjuang melawan kemiskinan dan kesusahan yang seolah tak ingin lepas dari mereka. Cinta para pahlawan inilah yang memiliki “maha daya “ sebagai kekuatan yang mampu mewujudkan hal-hal yang besar. Karena cinta lebih dekat dengan pengertian memberi dari pada berharap apalagi meminta. Cinta lahir bukan karena pertanyaan mengapa, karena, atau sebab? Tapi, cinta lahir dari pernyataan walaupun, meskipun, dan entahlah. Hal ini sesuai dengan istilah “sepi ing pamrih” atau “ nrimo ing pandum” dalam bahasa jawa. Demikian pula yang dikatakan oleh Ebiet G. Ade dalam syair lirik lagunya, dengan ungkapan “ cinta yang kuberi sepenuh hati, entah yang aku terima aku tak peduli, aku tak peduli, aku tak peduli, aku tak peduli….
Dilain pihak, untuk menumbuhkan cinta rakyat kepada bangsa dan Negara, maka bangsa dan Negara harus pula “mencintai” rakyatnya. Hal tersebut diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan rakyat serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang memihak kepada rakyat. Hal inilah yang menjadi rahasia kejayaan pemerintahan islam pada zaman Nabi Muhammad S.A.W. dan para Khulafaurrasyidin. Beliau sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya dan selalu berlaku adil dalam memimpin dan mensejahterakan rakyat. Bahkan dalam sebuah kisah diceritakan tentang Khalifah Umar Bin Kahttab yang memiliki wilayah kekuasaan sepertiga luas dunia rela mengangkat sendiri karung berisi tepung/gandum untuk diberikan kepada rakyatnya. Karena mendapat perlakuan seperti itulah maka umat islam sangat mencintai para pemimpin-pemimpinnya sehingga besama-sama mereka mampu menciptakan pemerintahan / peradaban islam yang mulia (masyarakat madani).
2. Cinta adalah ketulusan
Jika kita memperhatikan film-film India dan kebanyakan sinetron Indonesia saat ini, dalam tema cinta yang diangkat selalu menggambarkan bahwa hanya cinta sejati dan tulus yang akhirnya akan mendapatkan kebahagiaan. Karena cinta seperti itulah yang memiliki “power” untuk membuat keajaiban-keajaiban terjadi. Ketulusan cinta kepada sesama manusia atau ketulusan cinta kepada tanah air akan muncul dari moral yang baik. Sedangkan moral yang baik akan timbul dari pemahaman dan ketaatan terhadap agama. Boleh saja suatu Negara mengaku sebagai penganut paham sekularisme yang memisahkan penyelenggaraan sistem pemerintahan dengan agama. Tapi yang pasti nilai-nilai seperti kedisiplinan, profesionalitas, keadilan, tanggung jawab, sampai kepada kebersihan pada dasarnya adalah nilai-nilai yang diajarkan oleh agama.
Sebanyak apapun Undang-Undang anti KKN yang kita buat, dan sebanyak apapun lembaga pemeriksa / lembaga audit yang dibentuk, tidak akan bisa menjamin untuk mampu menciptakan pemerintahan yang bersih. Sebab pada akhirnya semua itu akan kembali lagi kepada integritas moral masing-masing individu khususnya kepercayaan kepada Allah yang Maha Tahu dan keyakinan akan adanya pertanggungjawaban manusia kepada Allah atas setiap hal yang telah dilakukannya di dunia. Agama tidak mungkin dapat dipisahkan dari praktek pemerintahan / kenegaraan. Sebab agama adalah sumber dari segala nilai luhur yang berasal langsung dari Allah S.W.T. Beragama juga menjadi kebutuhan hidup (fitroh) dari seluruh manusia. Oleh karena itu perhatian terhadap pembinaan kehidupan beragama di Indonesia harus tetap menjadi prioritas dalam mewujudkan Negara yang agamis dan bermoral tinggi.
3. Cinta adalah saling melengkapi dalam perbedaan untuk mewujudkan suatu kesamaan tujuan.
Cinta adalah proses interaksi yang dilakukan antara dua orang atau lebih. Dalam interaksi tersebut, tentunya akan terjadi “take and give” dalam suatu proses yang saling mempengaruhi. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana kita bisa membuat suatu perbedaan menjadi kekuatan? Menurut penulis, ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan hal tersebut, yaitu:
a. Menciptakan teman bersama atau musuh bersamaSebelum lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908, perjuangan yang dilakukan para pahlawan tidak dapat memberikan hasil yang maksimal karena masih ter-”kotak-kotak” dalam kelompok suku, agama dan wilayah masing-masing. Hal ini timbul karena politik “adu domba” dari belanda, masih rendahnya kesadaran akan nasionalisme, serta sulitnya komunikasi / interaksi antara setiap elemen rakyat Indonesia. Namun ketika kita sadar bahwa penjajah adalah musuh kita bersama, musuh bangsa Indonesia, maka nasionalisme itu pun muncul dan mendasari perjuangan rakyat Indonesia hingga lebih fokus, terorganisir, dan sistematis sehingga dapat mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Dalam konteks kekinian, kita harus dapat menunjukkan identitas kita sekaligus mengidentifikasi musuh kita bersama.
Pada hakikatnya, setiap rakyat Indonesia adalah bersaudara, senasip sepenanggungan dalam suatu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini, kita pun memiliki musuh bersama berupa kemiskinan, KKN, koruptor-koruptor busuk, pemimpin-pemimpin khianat, sampai pada virus flu burung yang sangat berbahaya. Kini sudah bukan masanya lagi untuk isu separatisme, konflik antar suku, atau konflik antar kampung. Karena bagi kita NKRI sudah menjadi harga mati, dan toleransi merupakan hal yang mutlak dalam suatu keberagaman.
Musuh dari seluruh rakyat Indonesia kini adalah KKN yang begitu menggurita di Negara kita. Kemiskinan juga menjadi musuh kita semua, tidak peduli kita berasal dari suku apa, agama apa, dan dari daerah mana. Berdasarkan hal tersebut, karena kita semua adalah bersaudara dan memiliki musuh yang sama, kita harus bersatu untuk mewujudkan cita-cita yang ingin dicapai.
b. Menciptakan cita-cita / tujuan bersama
Secara filisofis, sebuah Negara terbentuk dari kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki tujuan yang sama kemudian sepakat untuk bergabung dalam suatu wadah Negara, walaupun mereka memiliki perbedaan-perbedaan. Oleh karena itu salah satu cara untuk menumbuhkan cinta kepada tanah air adalah dengan menciptakan cita-cita atau tujuan yang sama dengan mengakomodir setiap kepentingan yang ada. Dalam skala yang lebih kecil, hal ini dapat dicontohkan dengan baik melalui “esprit de corps” yang dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok. Rasa cinta kepada korps ini timbul karena adanya kesamaan pola pikir, kepentingan, dan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap komponennya. Misalnya “esprit de corps” yang dimiliki oleh TNI, Polisi, STPDN atau organisasi massa lainnya. Rasa cinta dan kekompakan yang dimiliki dalam korps ini merupakan modal yang sangat kuat dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan untuk perspektif yang lebih luas dalam suatu Negara, kita harus mampu membuat dan menyepakati tujuan dan cita-cita bersama. Untuk hal ini kita harus berterimakasih pada para pendahulu kita yang telah dengan sangat baik merancang cita-cita luhur bangsa sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: “mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial…”. Cita-cita luhur tersebut didasari dengan kokoh oleh sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sebab tanpa didasari dengan semangat cinta kepada tanah air yang satu, bangsa yang satu dan bahasa yang satu, sangat sulit bagi Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya seperti sekarang ini.
Adapun hal yang diperlukan saat ini adalah menerapkan sistem dan kurikulum pendidikan yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan bangga kepada bangsa dan Negara. Pendidikan merupakan cara yang paling efektif sebab melalui pendidikan kita dapat mengetahui berbagai kekayaan dan potensi yang kita miliki. Melalui pendidikan pula kita diajarkan tentang keberagaman yang kita miliki adalah potensi yang harus dikembangkan bukan sebagai unsur pemecah / sumber konflik.
Akhirnya, seperti kisah seribu satu malam yang abadi, cinta juga akan selalu ada disetiap hati dan akan terus menjadi tema pembicaraan manusia. Karena cinta (yang juga menjadi jiwa dari kisah seribu satu malam) merupakan misteri yang yang dimiliki oleh setiap mahluk. Hal yang harus diperhatikan kemudian adalah bagaimana menumbuhkan dan mengarahkan cinta itu pada hal-hal yang positif. Jika dalm film “cinta pertama” Bunga Citra Lestari mengatakan bahwa cinta harus diungkapkan ketika kesempatan itu datang, namun sebenarnya, cinta juga juga harus ditunjukkan secara nyata sehingga dapat memberi pengaruh bagi lingkungan dengan daya yang dimilikinya. Jadi, cinta kepada tanah air tidak cukup hanya diucapkan dalam pidato retoris tanpa makna, teteapi juga harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang didedikasikan untuk sebesar-besarnya kepentingan Negara. Sehingga satu pertanyaan yang harus dijawab dengan jujur kemudian adalah , seberapa besar cinta kita kepada tanah air?

[+/-] Selengkapnya...

Kaca Tastura Bentuk Pengurus

Selasa 30 Desember 2008, para anggota Komunitas Baca (Kaca) Tastura berembuk membentuk kepengurusan baru. Terpilih Wen di Ramen (Presiden), Leni (Sekjen) Lina (Bendahara). Juga dibentuk tiga kementrian. Abi (Menteri Kajian Strategis), Fero (Menkominfo) dan Sofyan (Mensos). Untuk periode pertama ini, akan dicoba selama 6 bulan. Moga sukses selalau ya temen-temen, sehingga Budaya Literasi di tempat kita makin berkembang.

[+/-] Selengkapnya...

Followers

Kaca Tastura © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO